Jumat, 28 Oktober 2011

Nuzul al Qur’an

NUZUL AL-QUR'AN

MEWUJUDKAN KOMUNITAS DUNIA

YANG BERADAB


 

Oleh :

H. Syamsul Mu'arif


 

Assalamu'laikum Wr. Wb.

Yang terhormat Presiden R.I beserta Bp. H. Taufiq Kiemas

Yang terhormat Wakil Presiden R.I beserta Ibu Nani Hamzah Haz

Yang Terhormat para Pimpinan Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara beserta Ibu

Yang Terhormat para Menteri Kabinet Gotong Royong beserta Ibu

Yang Mulia para Duta Besar / Perwakilan Negara-Negara Sahabat, para Ulama waratsatul anbiyaa, kaum Muslimin da Muslimat, serta saudara-saudara sebangsa dan setanah air.


 

Alhamdulillah, puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan yang dengan segala keagungan-Nya menghantarkan kita untuk menyelami makna bulan Ramadhan, bulan yang penuh kemuliaan, bulan yang mengandung solidaritas kemanusiaan. Seorang muslim yang memenuhi syarat, tidak peduli sebanyak apapun hartanya, tidak peduli setinggi apapun pangkat dan kedudukannya, wajib untuk melaksanakan ibadah puasa. Mereka menahan dan dahaga yang sama dengan kaum fakir miskin dan orang yang tidak berpunya. Maha Suci Allah yang menghantarkan Isalam diatas landasan semangat egaliter atau semangat berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah sebagai inti ajaran yang paling fundamental. Islam tidak membedakan kulit hitam dan putih, tidak membedakan kaya dan miskin, tidak membedakan bangsawan dan rakyat jelata. Disisi Allah SWT yang membedakan mereka adalah totalitas kinerjanya dalam meneliti kehidupan yang disebut dengan TAQWA.


 

...انّ اكرمكم عند الله اتقكم... (الحجرات :13)

"Sungguh orang yang paling mulia disisi Allah SWT adalah yang paling tinggi tingkatannya". (Al-Hujurat : 13).


 

Berbahagialah kita, kaum Muslimin yang mengerjakan ibadah puasa, karena bila kita melaksanakan ibadah puasa dengan benar, maka puasa itu akan mengantarkan kita pada kepercayaan. Keniscayaan hidup dalam TAQWA.


 

يآيّها الّذين امنوا كتب عليكم الصّيام كما كتب على الّذين من قبلكم لعلّكم تتّقون. (البقرة 183)

"Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan kepadamu puasa, sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu, niscaya kamu tergolong dalam orang-orang yang ber-TAQWA". (Al-baqarah : 183)


 

Yth. Ibu Presiden dan hadirin yang dimuliakan oleh Allah SWT


 

    Secara harfiah, TAQWA artinya adalah 'takut'. Namun 'takut'nya dalam hal ini berangkat dari benih 'cinta' (mahabbah). Takut yang 'biasa' membuat kita menghindar pada yang dia takuti, tetapi 'taqwa' mendorong kita untuk mendekatkan diri pada Tuhan.


 

    Tuhan secara harfiah adalah 'yang paling ditakuti', sekaligus ia 'paling digandrungi atau dicintai'. Dengan kata lain Tuhan adalah yang kepada-Nya kita 'memberikan segala-segalanya'. Oleh sebab itu banyak diantara kita yang membuat Tuhan-Tuhan kecil, ketika kita menempatkan atau memberikan segala-segalnya kepada sesuatu, apakah itu harta-benda, apakah itu orang atau kedudukan. Kita telah membuat Tuhan kecil, manakala kita menempatkan harta benda, orang, atau kedudukan yang membuat kita 'lupa diri'. Kita mencintainya dan sekaligus kita takut kehilangan dia.


 

Itulah sebabnya esensi TAQWA haruslah dimulai dengan pengakuan atau kesaksian atau syahadat yang menyatakan : "Laa ilahi" suatu sikap untuk
me-nafi-kan (peniadaan) segala yang dianggap Tuhan atau Tuhan-Tuhan kecil tadi. Peniadaa tersebut selanjutnya mengantarkan kita untuk sampai itsbat (penetapan) bahwa Tuhan yang sebenarnya hanya Allah, "Illa-allah". Segala-galanya hanya untuk Allah, 'Taat' kepada Allah, itulah TAQWA. Oleh sebab itu dalam praktek kehidupan sehari-hari sikap 'Taqwa' diwujudkan dengan tatanan kehidupan seseorang yang berupaya untuk melaksanakan segala perintah-Nya atau 'amar ma'ruf', dan menjauhi segala larangan-Nya atau 'nahi munkar'.


 

Untuk sampai ke tingkat hidup ber-TAQWA, kita membutuhkan 'jalan'. TAQWA tidaklah di dapat dengan sekonyong-konyong. 'Jalan' menuju TAQWA itu antara lain ditegaskan sebagai keistimewaan yang luar biasa dari bulan Ramadhan. Tentunya keistimewaan itu hanya didapat oleh orang yang mampu menyelami. Tuhan berfirman :


 

شهر رمضان الّذى انزل فيه القران هدى لّنّاس وبيّنت مّن الهدى والفرقاى... (البقرة 185)

"Bulan Ramadhan. Adalah bulan yang didalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur'an sebagai HUDA (petunjuk) bagi manusia.
Di dalamnya juga terkandung BAYINAH (penjelasan) dari HUDA tersebut. Di dalamnya juga terkandung FURQAN (pembeda antara yang hak dan yang batil)". (Al-Baqarah : 185)


 

Ayat ini menegaskan bahwa jiwanya Ramadhan yang dengannya kita akan mendapat 'jalan' menuju tatanan kehidupan yang ber-TAQWA adalah dengan menemukan HUDA, BAYINATI MINAL HUDA, dan FURQAN. Petunjuk, penjelasan dari petunjuk, dan alat pembeda. Semua itu ada di dalam Al-Qur'an. Itulah keistimewaan Al-Qur'an.


 

Hadirin dan kaum muslimin yang dimuliakan Allah.


 

Kalau Nabi Daud diberi keistimewaan dengan kemerduan suaranya, Nabi Musa dengan tongkatnya mampu mengalahkan kekuasaan Fir'aun, Nabi Isa dapat menghidupkan orang mati, Nabi Nuh dengan kapalnya menyelamatkan dunia, Nabi Yusuf dengan kehebatan parasnya, maka bagi Nabi Muhammad keistimewaan itu menjadi monumental dengan AL-Qur'an. Mu'jizat Nabi Muhammad adalah Al-Qur'an. "Muhammad itu", kata Tuhan, "tidaklah dia bertutur karena keinginan atau hawa nafsunya. Ia bertutur tidak lain diberi wahyu oleh-Nya.


 

وما ينفق عن الهوى. ان هو الاّ وحي يّوحى (النجم 3-4)

Melalui Al-Qur'an, Allah SWT menentang kepada orang-orang yang meragukan kebenarannya sebagai wahyu yang diberikan kepada Muhammad dengan firaman-Nya :


 

وان كنتم فى ريب مّمّا نزّلنا على عبدنا فأتوا بسورة مّن مّثله. وادعوا شهدآ ءكم مّن دون الله ان كنتم صد قين. (البقرة 23)

"Dan manakala kamu ragu akan (kebenaran) Al-Qur'an sebagai wahyu dari Allah yang diturunkan kepada Muhammad, maka buatlah satu surat sepertinya, dan panggil semua ahli-ahli diantara kamu selain Allah, bila kamu yang memang benar".

(Al-Baqarah :23)


 


 

فان لّم تفعلواولن تفعلوا فاتّقوا النّار التي وقود ها النّاس والحجارة، اعدّت للكفرين. (البقرة 24(

"Manakala kau tidak bisa melakukannya, dan kamu pasti tidak sanggup melakukannya, maka takutlah kamu pada azab api neraka yang pembakanya terdiri dari manusia dan pepohonan, kebanyakan mereka adalah orang-orang yang ingkar (kafir).

(Al-Baqarah : 24)


 

Sebagai mu'jizat Al-Qur'an terpelihara sepanjang zaman baik orisinalitasnya maupun aktualitas maknanya :


 

انّا نحن نزّلنا الذّكر وانّاله لحفظون (الحجر 9)

Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur'an, dan sesungguhnya Kami yang akan memeliharanya". (Al-Hijr :9).


 

Sangatlah disayangkan kita kaum muslimin tidak mengambil rujukan kepada Al-Qur'an dalam membangun prinsip kehidupan dan sumber nilai dalam berinteraksi dengan sesame umat manusia dan alam semesta. Sangatlah disayngkan Al-Qur'an dibacapun sudah jarang kita lakukan apalagi untuk menggali kedalaman maknanya. Sangatlah disayangkan : Kebesaran dan kemuliaan Islam justru tertutup oleh perbuatan dan tingkah laku kaum Muslimin itu sendiri. Muhammad Abduh berkata : "Al Islaamu, mahjuubun bil muslimin". Tidak sedikit di antara kita yang berpaling menengok ke Barat maupun ke Timur untuk mencari tipe kehidupan ideal. Padahal Tuhan berfirman :


 

ليس البرّ ان تولّو وجوهكم قبل المشرق والمغرب ولكنّ البرّ من امن بالله... (البقرة 177)

"Tidaklah kebaikan (dalam hidup) itu menghadapkan mukamu ke barat atau ke timur. Tetapi sesungguhnya kebaikan itu adalah barangsiapa yang beriman kepada Allah SWT…dst. Hinga akhir haya (Al-Baqarah : 177).


 

Kalau kita ingin menyelami kedalaman Al-Qur'an untuk menjadi pedoman hidup, kalau kita ingin menemukan HUDA, BAYINATI MINAL HUDA, dan FURQAN; maka marilah kita mulai bertanya pada Al-Qur'an, siapakah sebenarnya kita ini. Siapakah sebenarnya 'manusia'. Tuhan berfirman :


 

انّا عرضنا الامانة على السّموت والارض والجبال فابين ان يّحملنها واشفقن منها الانسان، انّه كان ظلوما جهولا. (الأحزاب 73)

"Dan ketika Allah berkehendak untuk memberikan 'amanat'. Dia menawarkan kepada langit, bumi dan gunung-gunung. Semuanya enggan dan menolak untuk memikul amanat tersebut karena langit, bumi dan gunung-gunung khawatir akan menghianatinya. Akhirnya dipikulkanlah amanat itu oleh manusia (karena manusia yang menerimanya). Sesunguhnya manusia itu bodoh dan mendzalim dirinya sendiri". (Al-Ahzaab :72)


 

Amanat itu oleh para ahli tafsir dirumuskan sebagai 'akal'. Dengan pemberian 'akal' tersebut maka naiklah derajat manusia sebagai sebaik-baik 'mahluk' di muka bumi. Allah berfirman :


 

لقد خلقناالانسان فى احسن تقويم. ثمّ رددنه اسفل سافلين. الاّالّذين امنوا وعملوا الصّلحت فلهم اجر غيرممنون (التين 4-6)

"Dan jadikanlah 'manusia' dalam sebaik-baik bentuk. Kemudian kami campakkan mereka kedalam jurang yang serendah-rendahnya. Kecuali bagi mereka yang beriman dan beramal shaleh, maka bagi mereka akan mendapatkan pahala yang tidak putus-putusnya". (At-Tin : 4-6)


 

Demikianlah perwujudan manusia diciptakan oleh Allah, sehingga Allah sendiri memberikan predikat sebagai khalifah di muka bumi.


 

واذقال ربّك للملئكة انّي جاعل فى الارض خليفة... (البقرة 30)

"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat : "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan 'khalifah' di muka bumi"… dst. hingga akhir hayat. (Al-Baqarah : 30)


 

Manusia menerima 'amanat' Allah dengan 'akal'nya. Karenanya manusia menjadi 'khalifatan fil ardi', penguasa bumi. Bahkan kalau diterjemahkan harfiah : 'pengganti Tuhan di bumi'. Namun Al-Qur'an juga menegaskan bahwa dengan segala kehebatannya itu manusia cenderung tidak terkendali. Atau diistilahkan Al-Qur'an sebagai 'dzaluuman jahuulaa', dzalim dan jahil. Dalam surat Al-Baqarah ayat 30 tersebut di atas sebetulnya Malaikat pun sempat menolak ketika Tuhan aka menciptakan manusia karena para Malaikat mensinyalir bahwa manusia itu nantinya akan "membuat kerusakan dan menumpahkan darah". Pada ayat yang lain sinyalemen ini diperkuat dengan penegasan :


 

ظهر الفساد فى البرّ والبحر بما كسبت ابدى النّس ليذ يقهم بعض الذي عملوا لعلّهم يرجعون. (الروم 41)

"Telah terjadi kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (Ar-Ruum : 41)


 

Agar manusia dalam hidup dimuka bumi tidak menebar kerusakan dan pertumpahan darah seperti sinyalemen di atas, maka Allah menurunkan HUDA, BAYINATI MINAL HUDA, dan FURQAN yakni Al-Qur'an yang mengandung inti ajaran agama. Agama haruslah benar, karenanya ia harus datang dari yang Maha Benar melalui 'wahyu'.


 

الحقّ من رّبّك فلا تكو ننّ من الممترين (البقرة 147)

"Kebenaran (Al-Qur'an ) itu datang (melalui wahyu) dari Tuhanmu, karena itu jangan sekali-kali termasuk orang yang ragu". (Al-BAqarah :147)


 

Ibu Presiden Republik Indonesia beserta Bapak Taufiq Kiemas dan hadirin yang dimuliakan Allah.


 

Kalau agam Islam itu berintikan Al-Qur'an yang menjadi mujizat Nabi Muhammad, dan Al-Qur'an adalah HUDA, BAYINATI MINAL HUDA, dan FURQAN. Kalau betul Al-Qur'an itu menjadi petunjuk, penjelas, dan sekaligus pembeda maka marilah kita menyelami lagi apa prinsip kehidupa bagi manusia sebagai mahluk yang sempurna tadi. Pada ayat yang pertama kali turun dan kita diperingati turunnya pada malam ini, Tuhan berfirman :


 

اقرأ باسم ربّك الذي خلق. خلق الانسان من علق. اقرأ وربّك الأكرم. الّذي علّم با قلم. علّم الانسان ما لم يعلم (العلق 1-5)

"Bacalah dengan nama Tuhanmu Yang menciptakan; Dia yang menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu Maha Mulia. Yang mengajar (manusia) dengan perantara pena. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya". (Al-'Alaq : 1-5)


 

Esensi ajaran agama Islam yang pertama-tama mengandung perintah "baca". Perintah baca dalam dimensi yang lebih luas adalah upaya untuk mengerti dan memahami sesuai dengan penggunaan 'akal-budi'. Qaedah agama menegaskan : "Addinu hua aqal. Laa diina liman laa aqala lahu". Agama adalah akal. Tidak akan 'beragama' dengan akal, berarti beragama dengan hasil perenungan dan buah pemikiran.


 

Substansi apa yang disuruh 'baca' dalam surat Al-Qur'an-Alaq ini? Jawabannya ada 2 (dua). Pertama, dimensi vertical atau 'dimensi iman', yaitu hubungan dengan Tuhan. Disini ditegaskan "Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan". Juga ditegaskan :"Bacalah, dan Tuhan Maha Mulia". Berarti esensi agama yang pertama-tama adalah "hubungan dengan sang pencipta", iman kepada Allah SWT, atau 'dimensi vertikal' atau juga dikenal sebagai HABLUMMINALLAH. Esensi lainnya terkandung dalam penegasan bahwa kita juga harus mampu membaca atau memahami bahwa : Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Dia mengajarkan penggunaan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahui. Berarti esensi kedua adalah dimensi horizontal atau 'dimensi ilmu', hubungan dengan manusia dan alam semesta atau HABLUMMINANNAS.

انّ فى خلق السّموت والارض واختلاف الّيل والنّهار لايت لاولى الاالباب. (آلعمران 019)

"Lihatlah atau renungkanlah pada (kerapian dan kesempurnaan) kejadian ruang angkasa atau langit dan bumi, diiringi proses pergantian siang dan malam (yang berjalan secara teratur), di dalamnya sungguh terkandung tanda-tanda (kebesaran Allah SWT). Namun tanda-tanda kebesaran itu hanya dapat digapai oleh orang-orang yang berakal (para ilmuwan dan para cendikiawan)". (Ali- Imran: 190)


 

Siapakah para ilmuwan dan cendikia tersebut? Dalam ayat selanjutnya ditegaskan.


 


"Meraka itu adalah orang-orang yang ingat (dzikir) kepada Allah baik pada saat berdiri, duduk, maupun berbaring. Dan mereka selalu merenungkan dan memikirkan tentang kejadian ruang angkasa dan bumi. (Mereka lantas berkata atau menyimpulkan) Ya Tuhan, tidaklah engkau ciptakan semua ini dengan sia-sia atau percuma. Maha Suci engkau, maka peliharalah kami dari azab neraka".


 

Hadirin dan kaum muslimin yang berbahagia.


 

Sejarah telah mencatat betapa kejayaan Islam pada abad klasik dan abad pertengahan karena prinsip kehidupan yang dituntun Al-Qur'an tersebut benar-benar diwujudkan dalam tatanan hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Sejarah telah membuktikan bahwa prinsip keseimbangan antara dimensi vertical dan dimensi horizontal, atau hablu-minallah dan hablu-minannaas, juga keseimbangan antara amar ma'ruf dan nahi munkar telah melahirkan peradaban besar dunia pada zamannya.


 

Pendulum dan ukuran waktu dengan ayunan adalah penemuan astronom Mesir terbesar yang bernama Abdul Hasan Asli bin Abu Sa'id Abdurrahman (wafat 400 H / 1009 M). Beliau adalah seorang ilmuwan muslim. Muhammad bin Hasan bin Al-Haitsam yang meninggal tahun 1039 M adalah ahli optic terkenal dengan karya besarnya Kitab al-Manazhir. Kitab ini sempat diterjemahkan oleh Risner ke dalam bahasa Latin dan dipublikasikan tahun 1572 M. Ibnu Haitsam inilah yang meluruskan kekeliruan ilmuwan Yunani tentang penglihatan dikaitkan cahaya. Di zaman klasik Islam, antara tahun 650-1250 M, banyak lagi nama-nama besar para ilmuwan Islam, Jabir bin Hayyan (Gebber) (721-815 M) adalah ahli kimia yang membangun laboratorium pertama di dunia. Muhammad bin Musa al-Khawarizm (wafat 863) ahli matematika, Muhammad bin Zakaria al-Razi (865-892) adalah tabib atau dokter klinis terbesar Islam, Abu Raihan al-Biruni (873-1051 M) saintis dan tokoh intelektual terkemuka, Abu al-Qasim Maslamah al-Majriti (wafat 1007 M) adalah saintis Andalusia yang pertama kali memperkenalkan kajian sains, terutama matematika dan kimia. Begitu pula kita mengenal nama besar Umar Kayyam (1083-1123 M) sebagai ahli astronomi.


 

Kalau diatas tadi kita menyebut nama-nama besar di zaman klasik Islam, maka di abad pertengahan-pun (antara 1250-1800 M) dunia mengagumi kehebatan Islam dengan nama-nama besar seperti Ibnu Sina, Ibnu Khaldun, Al-Farabi, Ibnu Rusyd, dll.


 

Apa rahasia kehebatan Islam di zaman klasik dan abad pertengahan, sehingga dunia mengaguminya sebagai abac keemasan ? Kenapa waktu itu dunia Islam tampil sebagai super power dalam peradaban manusia ? jawabannya tidak lain karena konsisten atas keseimbangan prinsip hidup dalam dimensi vertikal dan dimensi horizontal. Keseimbagan antara oleh iman dan olah ilmu yang membuahkan karya kemanusiaan dan peradaban atau yang lazim dikenal sebagai 'amal saleh'. Begitu banyak ayat al-Qur'an yang memerintahkan "amanu wa 'amili shalehat", beriman dan beramal saleh. Hanya orang yang beriman dan beramal saleh-lah yang mampu membentuk tatanan hidup atas prinsip "amar ma'ruf dan nahi munkar" dan mencapai derajat TAQWA. Dan pada titik itu maka Islam tampil sebagai "rahmatan lil 'alamin", menjadi rahmat bagi alam semesta, bukan hanya sekedar rahmat bagi umat umat Islam saja.


 

Sekarang marilah kita bertanya pada diri kita sendiri kenapa dunia Islam di abad ke 21 ini lebih banyak tampil dalam wajah "nahi munkar" dibanding dengan kemampuan ber"amar ma'ruf" ? Kenapa kita dengan cepat menjadi kekuatan pendobrak tetapi lemah dalam kemampuan konsepstual dan kemampuan membangun ? Kenapa kita lebih banyak marah dari pada kasih ? Kenapa kita lebih banyak meminta dari pada memberi ? Jawabannya tidak lain kecuali karena kita tidak memelihara keseimbanyan antara aspek iman dan ilmu. Kita ketinggalan dalam lomba kreatifitas dan konseptual, kita ketinggalam dalam pengembangan olah pikir, kita tertinggal dalam dunia ilmu dan teknolohi. Kita lemah dalam pendidikan, sehingga kita lebih cepat bereaksi dengan semangat dari pada memberi respon dan solusi yang maslahat. Seyogyanyalah dalam memperingati Nuzulul Qur'an ini kita merenung untuk kembali kepada pedoman hidup yang hakiki, yakni Al-Qur'an. Itulah konsep dasar yang wajib kita perjuangkan saat ini juga. Kita tidak boleh menunda, mari kembali kepada ajaran kebenaran, kembali kepada Al-Qur'an. Dan itulah awal dari gerakan untuk mewujudkan tema peringatan kali ini yaitu dengan Nuzulul Qur'an kita wujudkan komunitas dunia yang beradab.


 

Firman Allah SWT dalam surat An-Nahl : 89



 


 


 


 


 


 


 

(Dan ingatlah) akan hari (ketika) kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri, dan kami datangkan kepada kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan kami turunkan kepadamu Al-Qur'an untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kebar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. (An-Nahl: 89)


 

Sesuai dengan firman Tuhan ini mudah-mudahan dengan mendalami Al-Qur'an benar-benar membuat kita mendapatkan penjelasan tentang segala sesuatu, sekaligus menjadi petunjuk, rahmat, dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.

Terima kasih.

Wassalamualaikum Wr. Wb


 


 


 

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright Artikel, Skripsi 'N Tesis 2009. Powered by Blogger.Designed by Ezwpthemes .
Converted To Blogger Template by Anshul .