Jumat, 28 Oktober 2011

Wawasan al Qur’an Tentang Qadha dan Qadar

WAWASAN AL QUR'AN

TENTANG

QADHA DAN QADAR


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

Oleh:

Dr. H. M. Quraish Shihab, MA

Disampaikan Pada Pengajian Masjid Istiqlal

Untuk Para Eksekutif

Tanggal, 27 September 1997


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

Pengajian Masjid Istiqlal

Untuk Para Eksekutif


 


 


 

DEPARTEMEN AGAMA – MASJID ISTIQLAL

DAN

FOKKUS BABINROHIS TINGKAT PUSAT


 


 


 

بسم الله الرحمن الرحيم

QADHA' DAN QADAR


 

    

Dari segi bahasa kata qadha' mempunyai banyak arti, antara lain "memutuskan, menunaikan, membayar, mencegah" dan lain-lain. Dalam bahasan teologi, qadha' secara umum dapat diartikan sebagai: Pengetahuan Allah tentang segala sesuatu yang sedang dan akan terjadi.

    

Kata Qadar, dari segi bahasa antara lain berarti "mengukur" memberi kadar/ukuran. Sehingga jika anda berkata. "Allah mentakdirkan", maka itu seharusnya dipahami sebagai "Allah memberi kabar/ukuran/batas tertentu dalam diri/sifat/kemampuan maksimal makhluk-Nya.


 

Dari segi teologi, berbeda pendapat para pakar tentang maknanya. Salah satu rumusan umum yang mereka kemukakan adalah "Ketetapan Allah atau pengaturan-Nya secara teliti menyangkut segala sesuatu". Tentu saja terdapat perbedaan dalam rincian ketetapan ini bila dikaitkan dengan upaya manusia. Ada yang memberikan manusia kemampuan sangat besar, dan ada juga yang hampir-hampir saja menjadikan manusia tidak memiliki kemampuan, sehingga manusia mereka ibaratkan sebagai daun, yang hanya mengikuti hembusan angin, kemampuan ia berhembus kearah itu pula dan mengarah.


 

Persoalan ini, telah lama menjadi kajian, bahasan bahkan perselisihan para pakar, walaupun perlu dicatat bahwa pada masa Nabi dan sahabat-sahabat besar, persoalan qadha dan qadar dari segi teologi tidak menjadi bahasan mereka, walaupun persoalan tersebut terlintas pula dalam benak mereka.


 

"Satu ketika Rasul saw menemukan beberapa orang sahabat beliau membicarakan persoalan takdir, Rasul marah mendengarkan diskusi mereka dan bersabda:


 

يا قوما بهذا ضلت الاهم قبلكم باختلا فهم على انبيا ئهم زضربهم الكتا ب بعضه بعصنا، ان القرآن لم يو ل لتضرربوا بعضه يعض ولكن نزل القرآن فصدق بعضه بعضا ما عرفتم منه فاعملوا به وما تشابه فأمنوابه رواه الطبرانى عن عمر ابن شعيب عن عمه عن جده


 

Hai kaum dengan cara ini ummat-ummat sebelum kamu tersesat.karena mereka berselisih dengan nabi-nabi mereka. Mereka mempertentangkan sebahagiaan kandungan sitab suci dengan sebahagiaan kandungannya yang lain. Sesungguhnya Alqur'an tidak turun untuk kalian pertentangkan sebahagian atas sebahagian yang lain, tetapi dia turun membenarkan atas sebahagian yang lain. Apa yang kalian ketahui darinya amalkanlah, dan apa yang samar percayakanlah. (H.R. Thabaraby melalui 'Amer bin syu'aib, ayah dan kakeknya.


 

Sementara teolog, sehingga menimbulkan persoalan pemikiran yang tidak pernah putus.


 

Nabi juga pernah menguraikan tentang takdir Allah menyangkut manusia. Salah seorang dari kerabat beliau berkomentar:

افلا تنكل على كتابنا


 

Tidakkah lebih baik kita berserah diri/menyerah kepada takdir?)

Nabi saw menjawab: اعملوا فكل ميسر لما خلق له (bekerja sajalah, karena semua akan dipermudah menuju apa diciptakan untuknya).


 

Jawaban beliau, "setiap orang memperoleh kemudahan guna meraih takdirnya" dapat mengandung aneka penafsiran, dan kelihatannnya para sahabat enggan memperpanjang persoalan. Itu pula sebabnya Umar Ibnu Alkhattab pernah "mencambuk" seseorang yang berbicara qadha dan takdir.


 

Sekian banyak ulama salaf "masa lampau" yang enggan membicarakan persoalan ini. Kebesaran dan kekuasaan Allah sedemikian terasa didalam hati dan pikiran mereka sampai-sampai mereka berserah diri sepenuhnya kepada Allah. Penyerahan diri ini, mengantar mereka bekerja dan bekerja mempersiapkan masa depan yang dekat dan jauh.

ما شاءالله كان وما لم يشاؤ لم يكن


 

"Apa yang dikehendaki Allah pasti terjadi, dan apa yang tidak dikehendakinya, tidak akan terjadi"


 

Itulah prinsip mereka,.....tetapi Allah juga memerintahkan bekerja, mempersiapkan kekuatan, menghadapi musuh mereka dan musuh Allah.


 

,.....karena peliknya persoalan, bahkan dapat mengantar seseorang kepada sikap tidak mensucikan Allah swt. Imam Syafi'i misalnya berkata.


 

LAHIRNYA FAHAM TAKDIR (BAHASA TEOLOGI)


 


 

Persoalan takdir bwru muncul kepermukaan secara jelas, pada masa pemerintahan Mu'awiyah Ibnu Abi Sufyan, (w. 620 H) ketika pendiri dinasti Umawiyah, berkuasa setelah konflik berdarah yang berkepanjangan dengan khalifah IV Ali Ibnu Abi Thalib, ia ingin melegitimasi kekuasaannya dengan ajaran agama. Mu'awiyah menyurat kapada salah seorang sahabat Nabi menanyakan: "Apakah doa yang dibaca Nabi saw selesai shalat?" Jawaban yang diterimanya adalah : Bahwa nabi saw membaca setiap selesai shalat :


 

اللهم لا مالع لم اهطيت ولا معطي لما منعت ولا راد لما قهيت ولا ينفع ذا الجد منك الجد

"maksudnya: Ya Allah, tidak ada yang dapat menghalangi apa yang Engkau berikan, tidak juga ada yang memberi apa Engkau halangi, Tidak ada pula yang mampu menolak ketetapan-Mu, serta tidak berguna upaya bersungguh-sungguh dari siapapun, semuanya bersumber dari-Mu"


 

Doa ini dipopulerkan dan hingga kini masih sangat populer di baca kebijakan mempopulerkan dao ini, dinilai oleh banyak pakar, antara lain Prof. Abdul Halim Mahmud- sebagai bertujuan politis, karena-menurut mantan Syekh Al-Azhar itu "dengan doa ini para penguasa dinasti Umawiyah melegitimasi kekuasaan dan kesewenangan pemerintahan mereka sebagai kehendak Allah". Demikian dalam bukunya " At-tafkir Alfalsafi Fi Al-Islam.


 

Segala sesuatu telah ditentukan oleh Allah. Kekuasaan yang diperoleh Muawiyah adalah kehendak lagi anugrah Tuhan juga. Tak satu makhlukpun yang dapat menghalangi kehendak dan anugrah itu. Kekalahan lawannya termasuk "kekalahan" Ali Ibnu Abi Thalib demikian juga.


 

Tentu saja pandangan ini tidak diterima banyak ulama. Ada yang demikan menggebu menolaknya sehingga secara sadar atau tidak sadar mengumandangkan pernyataan "Laa Qadar" Tiada ada takdir. Manusia bebas melakukan apa saja. Bukankah Allah telah mengaugrahkan manusia kebebasan memilih dan meimilih? Mengapa manusia harus dihukum kalau dia tidak memilih kebebasan :



 


 

"Siapa yang ingin beriman silahkan (beriman) dan barang siapa yang ingin ingkar (silahkan juga)"Q.s.Alkahfi 18:29


 

Tetapi banyak juga yang merasa bahwa pandangan seperti diatas ii mengurangi kebebasan dan kekuasaan Allah. Bukankah Allah berfir

.


 


 


"Allah yang menciptakan kamu dan (menciptakan) apa yang akmu lakukan" Q.sa. As-shafaat 37:96


 


 


 

    

"apa yang kamu kehendaki (tidak dapat terlaksana) kecuali jika dengan kehendaknya Allah jua. Q.s. At-takwir 81:29.


 

    Demikian mereka memahami Firman Allah diatas, sehingga ada ungkapan populer diantaranya penganut faham ini yang menyatakan:


 

انا اشاء والت تشاء والله يفعل ما يشائ

    "Saya berkehendak, Andaberkehendak, dan Allah melakukan apa yang dikehendaki-Nya".

    Begitu sedikit dari banyak sekali debat yang tak kunjung habis antara penganut-penganut aliran teologi. Dan begitu mereka memahami ayat-ayat Al-Qur'an terpisah-pisah, berdiri-sendiri, sesakan-akan ayat yang satu menyalahkan ayat yang lain, padahal seperti pesan Nabi saw di atas, masing-masing ayat membenarkan ayat yang lain. Masing-masing ayat diatas ada tempatnya, dan harus dipahami dengan mendudukannya pada tempat yang sesuai.


 

    Manusia bebas dalam keterbatasannya. Dia bebas memilih pilihan yang disediakan Allah. Manusia dapat melakukkan apa saja sesuai dengan kemampuannya, tetapi diatas kemampuaya ada kekuasaan Allah, yang mempunyai rencana menyangkut alam raya ini.


 

    Tetapi berkat dukunkgan penguasa yang ingin mempertahankan kedudukannya, dan situasi kemunduran ummat Isam dalam berbagai bidang, tersebar luaslah faham takdir dalam arti terakhir diatras, yakni fatalisme atau paling tidak yang mirip dengannya.


 

    Namun yang jelas pasti nabi saw dan sahabat-sahabat besar beliau tidak pernah mempersoalkan takdir, sebagaimana dilakukan oleh para teologi itu. Mereka sepenuhnya yakin tetang takdir Allah yang menyentuh semua makluk, termasuk manusia, tetapi sedikitpun keyakinan itu, tidak menghalangi mereka untuk menyinsingkan lengan baju, berjuang dijalan Allah, meraih kemenangan dengan bersyukur dan menerima kekalahan, tanpa menimpakan kesalahan kepada Allah SWT.


 

TAKDIR DALAM BAHASA AL-QUR'AN.


 

    Dari sekian banyak ayat Al-qur'an, dipahami bahwa semua makhluk telah ditetakan Allah takdirnya mereka tidak dapat melampaui bata ketetapan itu, dan Allah menuntun dan menunjukan kepada mereka arah yang seharusnya/ sebaliknya mereka tempuh. Begitu antara lain informasi surah Al-Alaa.



 


 


 

"Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Tinggi Yang menciptakan (semua makhluknya) dan menyempurnakan (Nya), yang memberi takdir (ukuran ) kemudian menganugrahkan".


 

    Dalam Q.S. Yasin 36:38 ditegaskan :


 


 


 


 

Matahari beredarditempat peredarannya, demikian itulah takdir ukuran yang ditentukan Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahi.

    

Bulan juga demikian, seperti ditegaskan lanjutan ayat diatas

والقمر قدرناه منازل حتى عا د كاعرجون القديم


 

Telah Kamitakdirkan/tetapkan ukuran bagi bulan, manzilah-manzilah sehingga (setelah dia sampaikan kemanzilah yang terakhir) kembalilah ia seperti bentuk tandan yang tua.


 

    Bahkan segala sesuatu ada takdir Tuhan atasnya:



 


 


 

Dia (Allah) menciptakan segala sesuatu,lalu Dia menetapkan atasnya kadar/ ketetapan denan sempurna-sempurnanya" Q.s.25:2.


 

Kami telah mengahamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan kami tumbuhkan padanya segalasesuatu menurut kadar/ukuran. Kami jadikan/hidangkan untuk kamu dibumi keprluan-keperluan hidup dan (Kami ciptakan pula) makhluk-makhluk yang kami sekali-kali bukan pemberian rezekiuntuknya. Tidak ada sesuatupun kecuali ada pada sisi Kami khzanahnya. Kami tidak menurunkan melainkan dengan kadar/ukuran tertentu. Q.s. Alhjir 15:19-21.


 

    Kalau diatas telah dikemukakan ayat-ayat surah Yasin yang bebicar tentang takdir Allah menyangkut matahari dan bulan, maka lanjutan surah Sabbihisma yang juga telah dikutip pada awal uraian, menggambarkan bagaimana takdir-Nya menjangkau segala sesuatu walau makhluk kecil dan remeh dan yang agak tidak mempunyai pengaruh besar terhadap manusia-seperti matahari dan bulan yakni rerumputan.


 

والذ ى اخرج الر عى فجعله غثاء ا احوى

    Dia yang menjadikan rumput-rumputan, lalu dijadikannya rumputa-rumputan itu kering kehitam-hitaman"


 

    Kita menyaksikan rerumputan tumbuh. Tetapi mengapa ia subur dan mengapa pula ia kering ? Berapa kadar kesuburan dan kekeringannya. Semuanya telah ditetapkan Allah kadar/takdirnya melalui huku-hukum-Nya. Bila anda ingin menikmati rumput yang hijau maka siramilah ia, dan bila anda membiarinya tanpa emeliharaan dan tanpa menyiramnya, maka anda akan menemukannya kering kehitam-hitaman.


 

    Berulang-ulang hakekat tetangan takdir ditegaskan Al-qur'an Walhasil :



 


 


 


 

Allah telah menetapkan bagi segala sesuatu kadar/ketetapan. Q.s. At-Thalaq 65:3.


 

    Peristiwa-peristiwa yang terjadi diseluruh jagat raya dari segi kejadiannya dalam kadar dan ukuran tertentu, pada tempat dan waktu dan tertentu, itulah yang dinamai takdir/ dan semua diketahui Allah sebelum dan sesudah terjadinya, dan itulah yang itulah yang dinamai qadha'.

TAKDIR MANUSIA.


 

    Matahari dan bulan telah ditetapkan Allah takdirnya, mereka tidak dapat menawr-nawarnya, mereka tidak diberi kemampuan memilih dan memilih:



 


 


 


 


 


 


 

Kemudian Dia(Allah) menuju kepada penciptaan langit, dan langit (ketika itu, masih merupakan) asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi "Datanglah kamu keduamu menurut perintah_Ku suka atau terpaksa! "Keduanya menjawab : "Kami datang dengan suka hati". Q.S. Fushshilat 41:11.


 

    Manusia mempunyai kemampuan terbatas, dalam memilih atau memilih sesuai dengan ukuran/kadar yang dianugrahkan Allah swt kepada mereka. Manusia tidak dianugrahi kemampuan terbang, sebagaimana burung, karena dia tidak memilih sayap. Memang manusia dapat terbang dengan menggunakan akalnya menciptakan alat terbang, tetapi akalnya pun memepunyai kadar dan ukuran yang telah ditetapkan Allah. Kita manusia berada dibawa dalam lingkungan hukum-hukum yang telah ditetapkan Allah. Hukum-hukum itupun sudah ada kadar dan ukuranya masing-masing.


 

    Tetapi karena hukum-hukum tersebut cukup banyak, dan kita diberi kemampuan memilih dan memilih, maka kita tidak seperti matahari dan bulan kita manusia dapat memilih mana diantara hukum-hukum tersebut (ukuran yang ditetapkan Allah itu) yang kita pilih dan manfaatkan. Karena itu, semakin banyaknya hukum-hukum dan taqdir nya dyang kita ketahui semakin besar pula kemungkinan merai kebahagian dan kemaslahatan. Disinilah terlihat pentingnya pengetahuan, petunjuk dan Ilham Ilahi. Salah satu doa populer yang diajarkan rasul saw adalah:


 

اللهم لاتكلنى الى نفسى طرفة عين

Ya Allah, jangan Engkau biarkan aku sendiri (dengan akal/ kemampuanku) wlupun sekejap:.


 

    Ketika terjadi wabah di Syam, Umar r.a. yang bermaksud berkunjung kesana, membatalkan maksudnya, dan ketika ditanya oleh sementara oarang yang tidak mengerti: انفر من قدر اله("Apakah Engkau lari dari takdir Allah"?), Umar r.a. menjawabnya:

اقر من قدر الله الى قدر الله

    ("Saya lari dari kadar Allah, kekadar Allah yang lain").


 

    Jawaban beliau ini, bukan saja menunjukkan kemampuan memilih dan memilih, tetapi juga menunjukan bahwa manusia tidak luput dari lingkaran takdir, betapapun dia berusaha, walaupun ini bukan berarti ia tidak dapat mengelak dari takdir tertentu, guna menuju takdir lainnya.


 

    Jawaban yang mirip diberikan juga oleh Ali Ibnu Abi Thalib ketika beilau berpindah dalam bersadar dari satu kelompok yang rapuh ketembok lain yang kukuh.


 

    Jatuhnya tembok yang rapuh, adalah berdasarkan hukum-hukum yang telah diptakan Allah kadarnya, sehingga bila seorang tidak menghindari, ia akan ditimpa reruntuhannya, tetapi bila ia menghindar dan luput dari bahaya, maka keluputan tersebut juga adalah takdir yang dianugrahakan-Nya kepada manusia.


 

    Manusia harus percaya takdir baik hasilnya menyenagkan atau memperhatikan
وان تؤ من بقدره خسيره وشره (Percaya kepad takdir-Nya, yag baik maupun yang buruk) Demiian Nabi saw menerangkan salah satu aspek keimanan.


 

    Tidak bijaksana , jika hanya dalam hal-hal yang tidak menguntungkan atau yang bersifat negatif saja, yang kita namai takdir, dan melupakan bahwa yang baik-baikpun adalah takdir Tuhan.


 

    Dengan demikian, menjadi jelaslah kiranya bahwa adanya takdir tidak menghalangi manusia untuk berusaha menetukan masa depan sambil memohon bantuan Ilahi.


 

MENGAPA ADA TAKDIR?


 

Tidak dapat disangkal bahwa ada ayat-ayat Al-Qur'an yang bila dibaca secar berdiri sendiri, dapat menduung faham kebebasan mutlak manusia, dan ada jiga yang secara gambleng, menunjukan bahwa manusia berada dibawah kekuasaan dan pengaruh Ilahi.


 

    Jika kita hanya mengarahkan perhatian kepada ayat-ayat tersebut secara berdiri sendiri, maka kita akan terjebaj pada salah satu faham teologi yang mengarah kepada faham fatalisme, atau fee will (kebebasan mutlak manusia). Namun bukan cara pemahaman demikian yang diajarkan oleh Al Qur'an dan Sunnah. Bukankah Rosul saw telah memperingatkan umatnya daengan mengancam umata terdahulu seperti yang dikutip di atas bahwa : Mereka mempertentangkan sebagian kandungan kitab suci dengan sebagian kandungannya yang alin. Sesungguhnya Al Qur'an tidak turun untuk kalian pertentangkan sebahagian atas sebahagian yang lain tetapi dia turun membenarkan sebahagian atas sebahagian yang lain..


 

    Nah, jika kهta menemukan ayat yang menggambarkan kebebasan dan kemampuan manusia yang sepintas telihat "mutlak" maka kita harus mengaitkan dan memahaminya dengan ayat-ayat lain yang berbicara tentang kemahakuasaan Allah dan keterkaitan kemampuan dan kehedak manusia dengan kudrat dan iradat Allah. Jikatidak demikian, maka itu sama dengan sikap umat terdahulu mempertentangkan ebgian kandungan kitab suci dengan sebagian kandungannya yang lain.


 

    Untuk menyelesaikannya-hemat penulis-kita harus meletakkan dalam benak kita kandungan ayat-ayat yang berbicara tentang tujuan penciptaan alam raya, seperti antara lain:


    
 


 


 


 


 


 

    Kami tidak menciptakan langit dan bumi serta apa yang ada diantara keduanya dengan bermain-main. Kami tidak menciptakan keduanya, melainkan dengan kehendak, tetapi kedanyakan mereka tidak mengetahui" Q.s. Addukhan 44:38


 

    Ayat ini mengisyaratkan bahkan lebih dari isyarat bahwa Allah swt mempunyai rencana yang pasti menyangkut alam raya ini. Karena itu kita manusia dan seluruh makhluk-Nya diatur dn ditetapkan takdir dan kadar-Nya sesuai dengan rencana-Nya itu. Bukankah Dia Yang Maha Esa itu, Rabull Alamin ? Pengaturan dan Pemelihara alam raya. Sesungguhnya diketahui oleh-Nya, bkankah kita harus percaya pad aqada-Nya yakni bahwa Dia telah mengetahui segala sesuatu sebelum dan saat terjadinya segala sesuatu.


 


 


 


Disisi-Nya kunci-kunci semua yang ghaib, tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia, dan Dia mengetahu apa yang didaratan dan dilautan.Tidak sehelai daunpun yang gugur, melainkan Dia mengetahuinya (pula) serta tidak jatuh sebutir bijipun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering melainkan tertulis dalam kitab yang nyata. (Lauh Al-mafuz/Pengetahuan Allah). Q.s. Al-An'am 6:59


 

Dengan pengetahuan dan kekuasaan-Nya Dia mengatur alam-Nya sesuai dengan kehendak dan rencana-Nya, karena itu Dia menetapkan takdir, dan karena itu pula tidak ada kebetulan bagi-Nya, karena semua telah termasuk dan berjalan sesuai rencana-Nya.


 

Kita manusia diberi kebebasan untuk aktif disatu arena yang dinamai kehidupan dunia. Arena ini amat luas, kita bebas terkendali di dalamnya, tetapi jika ada aktifitas kita yang dapat mengarahkan alam ini kepada arah yang tidak dikehendaki-Nya, maka Dia yang Maha Kuasa itu "turun tangan", tak ubahnya seorang ibu yang membiarkan anaknya bebas bermain disatu kamar, tetapi begitu sang anak akan mengambil pisau untuk merobek tikar atau merusak meja, sang ibu turun tangan mencegahnya. Tetapi jika aktifitas yang dilakukan tidak sampai merusakkan, maka ibu akan membiarkan. Sang anak ketika itu merasa sangat bebas.


 

Allah SWT pun "demikian". Perhatikanlah bagamana Nabi Muhammad SAQ dan sahabat-sahabatnya antara lain dalam perang Badar. Kalau terhitung tentang kekuatan, jelas sekali kemenangan pasti akan diraih oleh kaum musyrik, dan kelompok umat Islam akan mengalami kekalahan total, tetapi jika itu terjadi, maka seperti apa yang dinyatakan : العصابة فلن تهبد بعد اليوم ان تهلك هذه (Kalau engkau membinasakan kelompok (pejuang muslim dalam perang Badar) ini, maka Engkau tidak akan disembah lagi). Nah disinilah Allah turun tangan sebagaimana dikemukakan dalam Q.S Al-Maidah 5 : 11


 

يا ايها الذين آمنوا اذكروا نعمة الله عليكم اذهم قوم ان يبسطوا اليكم ايديهم فكف ايديهم عنكم واتقوا الله وعلى الله فليتو كل المؤمنون

Hai, orang-orang yang beriman, ingatlah nikmat Allah SWT kepada kamu, diwaktu satu kaum bermaksud hendak menggerakkan tangannya (berbuat jahat) kepadamu, maka Allah SWT menahan tangan mereka dari kamu. Bertakwalah kepada Allah SWT, dan hanya kepada Allah SWT saja, orang-orang mukmin hendaknya bertawakkal.


 

Contoh lain yang cukup jelas pula adalah peristiwa penyerbuan Penguasa Ethiopia Abrahah dengan tentara bergajahnya untuk menghancurkan Ka'bah. Kakek Nabi Muhammad SAQ Abdul Mutallib ketika itu tidak mampu menghadapi tentara bergajah itu. Dia hanya menemui Abrahah untuk meminta kembali binatang ternak yang dirampasnya. Ketika beliau ditanya Abrahah mengapa tidak mempertahankan Ka'bah, beliau menjawab انا رب الابل وللكعبة رب يحميه (Saya pemilik unta, dan Ka'bah mempunyai pemilik yang dapat melindunginya).


 

Nah, ketika pasukan gajah itu dapat melakukan sesuatu yang tidak sejalan dengan rencana Allah SWT, ketika itu juga Dia turun tangan mengirim burung-burung Abaabil, melempar mereka dengan batu-batu sijjiil, sehingga mereka menjadi كعصف ما كل (daun-daun yang dimakan ulat). Q.s. Alfiil 105 : 5).


 

Dalam sejarah modern bangsa Indonesia, "turun tangan" Allah SWT terlihat pula dengan jelas, pada peristiwa G.30>September PKI.


 

Contoh lain yang mungkin kurang disadari adalah kenyataan berikut, "Manusia berusaha membasmi nyamuk, tetapi begitu obat pembasmi yang diciptakannya mengancam eksistensi nyamuk dalam mengatur ekosistensi yang dikehendaki-Nya, seketika itu juga Allah yang Maha Pengatur itu, menganugerahkan kekebalan bagi nyamuk-nyamuk yang tersisa sehingga mereka tidak punah. Jika manusia berusaha lagi dan berhasil, Allah SWT kembali menganugerakan kekebalan kepada nyamuk-nyamuk baru. Demikian silih berganti.


 

Setiap oang bahkan setiap makhluk mempunyai peranan yang harus diperankannya sesuai dengan scenario yang ditetapkan Allah SWT



 

Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya (untuk melakukan peranan tertentu) sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. Q.S. Al-Qashash 28:68.


 

Demikian pandangan para pakar. Boleh jadi peranan itu sangat kecil, tidak berarti, tetapi boleh jadi juga besar. Boleh jadi terasa oleh yang bersangkutan atau orang lain boleh jadi juga tidak. Boleh jadi perhatian diberikan secara penuh kepadanya, karena peran pentingnya, dan boleh jadi juga tidak demikian. Namun semua berada dibawah pengawasan dan pengaturannya, sampai-sampai :

وما تشاؤن الا ان يشائ الله رب العالمين

"Dan kamu tidak dapat mengkehendaki kecuali apabila dikehendaki Allah Tuhan semesta alam. Q.S. 81:29.


 

Karena itu, dalam pandangan agamawan tidak ada yang dinamai hukum-hukum alam, atau sebab hukum sebab dan akibat, atau oleh sementara ulama dinamai سنة الله "Sunnatullah". Yang ini adalah "ikhtisar dari pukul rata statistic 44 tetapi ada juga yang dinamai عنا ية الله "Inayatullah" (perhatian dan pertolongan Allah) ini mempunyai hukum-hukumnya sendiri dan itu juga mempunyai hukum-hukumnya yang lain. Salah satu diantaranya adalah doa. Tidak ada yang dapat mengubah ketetapan Allah kecuali doa".


 

Bila terjadi kecelakaan mobil yang sangat fatal, misalnya dan semua penumpang tewas seketika, maka yang demikian itu lumrah sesuai dengan hukum alam/ sebab-akibat. Tetapi bila ada seorang diantara mereka yang luput dari kematian dan yang menurut penghitungan akal tidak mungkin dapat selamat maka itu adalah Inayatullah atau kehendak Tuhan memberi pertolongan agar peranan yang dituliskan-Nya terhadap yang bersangkutan dapat terpenuhi.


 


"Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran dimuka dan dibelakang mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum, sampai mereka mengubah apa yang terdapat dalam diri mereka. Apabila Allah menghendaki keburukan terhadap satu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya, dan sekali-kali tiada pelindung bagi mereka selain Allah SWT" Q.S. Ar-Ra'du 13:11


 

Jangan menduga seperti kelompuk Mu'tazilah yaitu satu kelompok pemikir Islam yang terlalu rational, bahwa yang terbunuh atau meninggal dalam kecelakaan, mati sebelum datangnya ajal. Tidak!.

وم كان لنفس ان تموت الا باذن الله كتابا مؤجلا... ألآية

"Apa yang bernyawa tidak akan mati kecuali seizin Allah SWT. Suatu ketetapan yang tertentu waktunya". Q.S. Ali-Imran 3 :145.


 

Ayat ini dan semacamnya disamping berfungsi menjelaskan hakekat datangnya ajal, juga dimaksudkan untuk mengobati hati orang yang sedih dengan datangnya kematian atau terjadinya satu kecelakaan. Ayat yang lebih jelas lagi yang berkaitan dengan tujuan terakhir ini adalah firman-Nya:



 

"Tidak ada satu bencana pun yang menimpa didunia ini, dan tidak pula pada dirimu sendiri, melainkan dalam kitab (Lauh Almahfuz), sebelum kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah, (kami jelaskan) yang demikian itu, supaya kamu jangan terlalu berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang dianugerahka-Nya kepada kamu. Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri". Q.S. Al-Hadid 57:22-23.


 

Demikian itu tuntunan dan kebijaksanaan-Nya.


 


 


 

Apakah takdir rukun iman?


 

Semua muslim wajib mempercayai adanya takdir Allah SWT, bagi segala sesuatu, karena hakekat ini secara tegas dan gamblang diulang-ulang oleh Al-qur'an. Namun demikian perlu digaris bawahi bahwa kewajiban mempercayai adanya takdir, tidak secara otomatis mengantar para ulama menetapkan bahwa ia adalah salah satu dari rukun iman. Al-qur'an tidak menggunakan "rukun" untuk takdir, Rasul SAW pun tidak. Memang dalam sebuah hadits shahih dinyatakan bahwa satu ketika datang seseorang yang berpakaian sangat putih, berambut hitam tersisir rapi, tidak tampak dari penampilannya bahwa ia seorang yang datang dari tempat jauh, namun :"Tidak seorangpun diantara kami mengenalnya", KataUmar ibnul Khattab yang meriwayatkan hadits ini. "Orang" itu bertanya tentang Islam, Iman, dan hari kemudian serta tanda-tandanya. Ketika Nabi menjelaskan tentang iman, beliau menyebut enam hal, yakni percaya kepada Allah, Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-Nya, Hari kemudia dan "Percaya takdir-Nya yang baik dan yang buruk". Nabi SAW menjelaskan kepada Umar r.a dan sahabat-sahabat beliauyang menyaksikan peristiwa itu, bahwa sang penanya adalah malaikat Jibril yang datang "mengajar kamu agama kamu".


 

Dari hadits inilah banyak ulama merumuskan bahwa rukun iman adan enam dan takdir adalah salah satunya.


 

Al-qur'an seperti dikemukakan diatas, tidak menggunakan kata "rukun" bahkan tidak pernah menyebut kata "takdir" dalam rangkaian ayat-ayat yang berbicara tentang keluma "rukun" yang lain. Perhatikanlah firman-Nya dalaml Q.S Al-Baqarah 2:285 :


Rasul percaya apa yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya. Demikian juga orang-orang mukmin; semua percaya kepada Allah SWT, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya. Kami tidak membedakan seorang rasul (dengan rasul-rasul-Nya (yang lain). Mereka semua berkata: "Kami dengan dan kami taat (mereka juga berdoa)" Ampunilah kami ya Tuhan kami, dan kepada Engkaulah tempat kami kembali.


 

Baca juga Firman-Nya dalam Q.S Annisa 4 : 136 :


Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.


 

Bahwa kedua ayat diatas tidak menyebut takdir, bukan berarti takdir tidak wajib dipercaya, atau mereka yang tidak mempercayainya bukan orang yang sesat. Yang ingin dikemukakan disini adalah bahwa Al-qur'an tidak menyebutnya sebagai rukun, tidak pula merangkaikannya dengan kelima perkara yang seringkali disebut sebagai rukun-rukun iman. Karena itu, agaknya dapat ditoleransi atau paling tidak dimengerti pandangan sementara ulama yang tidak menjadikannya takdir sebagaimana salah satu rukun iman selama mereka mempercayainya. Bahkan Rasul SAW seringkali hanya menyebut dua dari keenam perkara yang disinggung diatas. Perhatikanlah misalnya hadits-hadits beliau :


 

من كان يؤ من بالله واليوم الآخر فليكرم ضيفه

Siapa percaya kepada Allah SWT dan hari kemudian, maka

hendaknya ia menghormati tamunya.


 

من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليقل خيرا او ليصمت

Siapa yang percaya kepada Allah SWT dan hari kemudian, maka

hendaklah ia berucap yang baik, atau diam.

    Al-Qur'an juga tidak jrang hanya menyebut dua hal dari hal-hal yang wajib di percaya. Perhatikan antara lain Firman-Nya dalam Q.s. Al-Qur'an-baqarah 2:62



 


 


 


 


 


 


 

"Sesungguhnya orang-orang mu'min, orang-orang yahudi, orang-orang nasrani, dan orang-orang shabi-in (yang mengikut syari'at nabi-nabi terdahulu) siapa saja diantara mereka percaya kepada Allah dan hari kemudian serta beramal shaleh, maka mereka akan menerima pahala mereka disisi Allah, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati".


 

Ayat ini tidak berarti bahwa yang dituntut dari semua kelompok itu hanya kepercayaan kepada Allah dan hari kemudian, tidak lagi dituntut kepercayaan kepada malaikat atau kitab-kitab atau takdir. Ayat ini sebagaimana halnya hadits diatas hanya menyebut dua hal pokok, karena kalau akan disebut semuanya akan sangat panjang. Ayat adn semacamnya tetap menuntut dari setiap mukmin untuk percaya apa yang wajib dipercayai, baik yang disebut Nabi saw dalam hadits jibril diatas, maupun yang tidak disebutkannya, seperti misalnya kewajiban mempercayai isra', atau mempercayai adanya makhluk Allah yang dinamai jin.

Akhirnya, persoalan takdir bukanlah soal yang mudah untuk dipahami, dan untuk itu sikap yang terbaik adalah sikap yang diajarkan oleh Rasul saw:


اعملوا فكل مسر لما خلق له
(Bekerja sajalah, karena semua akan dipermudah menuju apa diciptakan untuknya).


 

    Demikian wa Allah a'lam



 

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright Artikel, Skripsi 'N Tesis 2009. Powered by Blogger.Designed by Ezwpthemes .
Converted To Blogger Template by Anshul .